8.12.08

Sekolah Tanpa Kursi

Kemiskinan ternyata tak menyurutkan seseorang dalam menggapai cita-cita. Setidaknya semangat itu tergambar dari sosok Mariance Djara Jungu. Bocah berusia tujuh tahun tersebut adalah siswa kelas satu di Sekolah Dasar Oepunu, Kupang Tengah, Nusa Tenggara Timur. Setiap hari, Mariance harus menempuh tujuh kilometer menuju ke sekolahnya.

Rumah orangtua Mariance terletak di Dusun Dendeng, Desa Noelbaki, Kupang Tengah. SCTV, baru-baru ini, menyambangi rumah itu dengan menempuh waktu 1,5 jam menggunakan mobil dan dilanjutkan berjalan kaki. Rumah itu berupa gubuk dengan dinding kayu dan atap daun lontar. Sementara sekat kamar menggunakan terpal. Di rumah itulah Mariance dilahirkan.

Setiap pagi, Mariance bangun pukul 05.00 WITA dilanjutkan dengan mencuci piring sebelum bersiap pergi ke sekolah. Mariance mengenakan seragam dengan alas sandal jepit. Dia lalu menempuh 1,5 jam ke sekolah dengan berjalan kaki. Perkiraan Mariance cukup matang karena sekolah baru dimulai pukul 07.00 WITA. Jika Mariance kesiangan bangun karena lelah, dia akan menyelingi perjalanannya dengan berlari kecil.

Meski mengaku lelah, bocah itu kembali ceria setiba di sekolah. Sekolah Mariance merupakan gedung Balai pertemuan desa tanpa fasilitas kursi. Sepanjang tiga jam pelajaran berlangsung, Mariance harus mengikutinya dengan berdiri. Tak jarang bocah ini merasakan lelah yang luar biasa.

Mariance pulang pukul 10.00 Wita. Sesampai di rumah, ia mengulang pelajaran di sekolah. Mariance memanfaatkan tempat duduk di rumahnya sebagai meja dan tetap harus berdiri karena tak memiliki kursi. Namun, segala kekurangan itu tetap dijalani Mariance dengan ketekunan. Ia terlanjur mendulang cita-cita mulia menjadi seorang Guru.

Usai belajar, Mariance lalu membantu neneknya membersihkan rumput dan menyiangi tanaman cabe. Rutinitas itu merupakan sumber kehidupan mereka. Hal itu diceritakan ibu Mariance, Linda Djara. Sang ibu juga mengatakan seolah tak ada waktu senggang bagi sang buah hati. Apalagi, Mariance juga harus memberi makan sejumlah ayam di halaman rumahnya.

Wilhemina, salah satu guru di sekolah Mariance, mengatakan, muridnya tersebut kerap terlambat tiba di sekolah. Meski begitu, prestasi Mariance tidak perlu diragukan. Mariance dan sembilan temannya terpilih mengikuti tes sampling di tingkat Kabupaten Kupang.

Kini, pihak sekolah hanya bisa berharap pemerintah setempat mau menyediakan fasilitas pendidikan bagi mereka. Hal itu demi mewujudkan cita-cita 40 siswa sekolah tersebut. Tak hanya itu, pihak sekolah juga berharap ada donatur yang mengulurkan tangan mereka untuk membangun gedung sekolah di atas lahan yang telah disiapkan. liputan6.com


Tidak ada komentar:

Posting Komentar