5.2.09

Sekolah Itu Menjadi Tempat Teraman

Rani (20), duduk bersimpuh sambil mengelus kepala anaknya, Rizki Bachtiar (8 bulan), Rabu (4/2) siang. Warga Desa Telaga, Kecamatan Bantarkawung, Kabupaten Brebes, Jawa Tengah tersebut merupakan satu dari ratusan warga yang mengungsi, karena rumah mereka terkena longsoran. Ia sudah berada di SD tersebut sejak tiga hari lalu.

Desa Telaga merupakan satu dari sembilan desa di Kecamatan Bantarkawung, yang mengalami bencana tanah longsor. Berdasarkan data dari Kantor Kecamatan Bantarkawung, delapan desa lainnya meliputi Desa Bangbayang, Banjarsari, Cibentang, Karangpari, Waru, Cinanas, Pengarasan, dan Jipang.

Sedikitnya 500 warga yang mengungsi di SD Telaga 02. Secara keseluruhan, jumlah pengungsi di Desa Telaga mencapai sekitar 1.072 jiwa. Selain di SD tersebut, warga juga mengungsi di tenda darurat dan rumah-rumah warga lainnya yang dinilai masih aman.

Rani mengaku tidak pernah menyangka, bencana melanda desanya. Meskipun terletak di wilayah perbukitan, warga tidak siap mengalami kejadian tersebut, karena longsor belum pernah terjadi di sana. "Sampai sebesar ini, belum pernah ada longsor di desa saya," ujarnya.

Selama ini, ia tinggal bersama ayahnya, Munasor (52), suaminya, Cipto (25), dan anaknya, Rizki. Saat kejadian, mereka sedang bersantai di dalam rumah.

"Tiba-tiba, terdengar suara gemuruh dan gemeretak dari lantai serta dinding rumahnya. Saat itu malam har i, hujan deras. Lampu listrik mati dan tetangga-tetangga pada berteriak," katanya.

Bersama dengan keluarganya, Rani berlari menyelamatkan diri. Ia tinggal di masjid desa setempat. Namun karena lokasi masjid juga berdekatan dengan daerah yang terkena longsoran, pada Senin siang ia kembali mengungsi ke SD Telaga 02.

Rani mengaku sedih dengan kejadian tersebut. Ia takut kembali ke rumahnya, karena kondisi tanah perbukitan masih bergerak secara perlahan. Padahal, anaknya membutuhkan tempat yang amam dan nyaman.

Dalam lokasi pengungsian, bayi tersebut hanya tidur beralaskan kasur dan tikar yang digelar di salah satu ruang kelas. Meskipun terbuat dari ubin, lantai sekolah tersebut dingin dan terasa lembab. Saat ini, Rizki juga mulai terserang demam.

Tidak hanya Rani yang mengalami kesedihan akibat harus mengungsi. Kosidin (42) juga terpaksa membawa keluarganya menginap di sekolah tersebut, karena rumah mereka rusak terkena longsor. "Tanah di bawah rumah terbelah, sehingga rumah kami sudah tidak layak huni lagi," tuturnya.

Padahal sebagai petani, ia telah bersusah payah mengumpulkan uang untuk bisa membangun rumah tersebut. Selain dirinya, isteri, dan satu anak, rumah bertingkat dari tembok miliknya juga ditempati keluarga mertuanya, Abdulah (60), serta keluarga adiknya, Mu takin (35). Secara keseluruhan, terdapat 10 penghuni di dalam rumah tersebut.

Meskipun sedih, Kosidin tidak memiliki pilihan lain. Saat ini, sekolah tersebut merupakan tempat yang paling aman untuk mengungsi. Ia berharap agar pemerintah merelokasi warga yang rumahnya rusak terkena longsor.

Kepala SD Telaga 02, Sutomo mengatakan, lokasi SD memang dinilai paling aman, karena jauh dari perbukitan yang longsor. Meskipun dijadikan sebagai tempat pengungsian, siswa tetap diupayakan mendapat pelajaran.

Kegiatan belajar mengajar berlangsung secara bergantian dengan warga yang mengungsi. Namun karena ruang kelas dipenuhi dengan perabotan, seperti kasur, siswa terpaksa belajar secara lesehan dengan menggunakan tikar.

Pada pagi hari, warga terpaksa menunggu di luar, karena ruang kelas digunakan untuk sekolah. "Sekarang sudah ada tenda darurat di sekitar sekolah, kemarin kambing dan sapi juga dibawa ke halaman sekolah ini," katanya.

"Sekolah duduk di lantai tidak apa-apa, masih bisa menerima pelajaran," tutur Ihad Mustakin, siswa kelas IV SD Telaga 02. Meski masih kecil, bocah tersebut mengaku bisa merasakan kesedihan warga di desanya. Oleh karena itu, ia rela bersekolah dengan berda mpingan bersama pengungsi.

Hal senada juga disampaikan Siti Masruroh, siswa kelas VI SD Telaga 02. Karena sekolahnya dinilai paling aman, ia pun tidak keberatan harus sekolah secara lesehan. Gadis kecil tersebut berharap agar bencana yang melanda wilayahnya segera berakhir.

Kepala Seksi Perlindungan Masyarakat, Kantor Kesatuan Bangsa, Politik, dan Perlindungan Masyarakat Brebes, Mujahidin mengatakan, penggunaan SD sebagai lokasi pengungsian bersifat sementara. Pemerintah akan mengupayakan lokasi lain dengan menggunakan tenda, karena khawatir aktifitas sekolah terganggu.

Saat ini, bantuan tenda yang sudah diberikan meliputi 40 tenda besar, dua unit tenda evakuasi, dan 27 tenda dari PMI. Menurut dia, banyak rumah warga yang rusak karena sebagian besar merupakan rumah semi permanen. kompas.com


Tidak ada komentar:

Posting Komentar